Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Nama :
1.
Raji Reza Ilahi
2.
Rio Handika
Putra
3.
Agnesia Irawati
4.
Josyedi Pindota
S
5.
Zahran Mabrukah
Tomimi
6.
Nur Miessuary
7.
Pramasty Ayu
kusdinar
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS BENGKULU
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami
juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Bengkulu, 09 November 2016
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Bengkulu, 09 November 2016
Kelompok
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................5
1.1
LATAR
BELAKANG MASALAH .........................................................5
1.2
RUMUSAN
MASALAH..........................................................................5
1.3
TUJUAN
..................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian KLHS....................................................................................7
A.Mengapa
Perlu KLHS?.............................................................................8
B. Apa tujuan
KLHS?.
.................................................................................10
C. Manfaat KLHS.
......................................................................................10
D. Beberapa tools
pendukung dalam menyusun KLHS.
.....................................10
E. 3 (Tiga) Prinsip
Dasar KLHS.
....................................................................11
F. Macam-Macam Aplikasi
KLHS.
................................................................11
2.2 Perbedaan AMDAL dengan KLHS. ......................................................12
2.3Kerangka kerja KLHS...........................................................................13
2.4 Penapisan.................................................................................................13
A.Pelingkupan.
............................................................................................14
B.Telaah Dan Analisis
Teknis.
.......................................................................14
C.Pengembangan
Alternatif.
..........................................................................15
D.Pengambilan
Keputusan.
............................................................................15
E.Pemantauan Dan Tindak
Lanjut....................................................................15
F.Partisipasi Dan Konsultasi
Masyarakat..........................................................15
2.5 Internalisasi KLHS Dalam Proses Penyusunan RTRW.........................16
2.6 Pentingnya Penerapan KLHS DiIndonesia........................................16
A.Manfaat
KLHS.
........................................................................................18
2.7 KLHS Dalam
Perencanaan Tata Ruang.
............................................20
A.Proyek
Pilot Ciayumajakuning Dan Kota Lainnya. .........................................21
PENUTUP.
DAFTAR PUSAKA.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kebijakan
nasional penataan ruang secara formal ditetapkan bersamaan dengan
diundangkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang [UU
24/1992], yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007
[UU 26/2007]. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kualitas tata ruang
nasional yang semakin baik, yang oleh undang-undang dinyatakan dengan kriteria
aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Namun, setelah lebih dari 25 tahun
diberlakukannya kebijakan tersebut, kualitas tata ruang masih belum memenuhi
harapan. Bahkan cenderung sebaliknya, justru yang belakangan ini sedang
berlangsung adalah indikasi dengan penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan.
Pencemaran dan kerusakan lingkungan bahkan makin terlihat secara kasat mata
baik di kawasan perkotaan maupun di kawasan perdesaan.
Dengan
diberlakukannya kebijakan nasional penataan ruang tersebut, maka tidak ada lagi
tata ruang wilayah yang tidak direncanakan. Tata ruang menjadi produk dari
rangkaian proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, penegasan sanksi atas pelanggaran
tata ruang sebagaimana diatur dalam UU 26/2007 menuntut proses perencanaan tata
ruang harus diselenggarakan dengan baik agar penyimpangan pemanfaatan ruang
bukan disebabkan oleh rendahnya kualitas rencana tata ruang wilayah. Guna
membantu mengupayakan perbaikan kualitas rencana tata ruang wilayah maka Kajian
Lingkungan Hidup Strategis [KLHS] atau Strategic Environmental
Assessment [SEA] menjadi salah satu pilihan alat bantu melalui
perbaikan kerangka pikir [framework of thinking] perencanaan tata ruang
wilayah untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup
1.2 Rumusan Masalah
1.Apa
pengertian KLHS ?
2.Apa manfaat
KLHS dalam strategi pembangunan regional dan lingkungan ?
3.Apa Fungsi
KLHS dalam pembangunan di indonesia ?
1.3 Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian KLHS .
2.
Untuk
mengetahui manfaat KLHS dalam SPRL .
3.
Untuk mengetahui
fungsi KLHS dalam pembanggunan di indonesia .
4.
Untuk memenuhi
tugas kelompok.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian KLHS
Saat ini pencemaran dan kerusakan lingkungan terus berlangsung karena instrumen lingkungan yang ada saat ini belum memadai. AMDAL saat ini merupakan salah satu instrumen yang dikenal untuk mengintegrasikan lingkungan hidup di dalam proses pembangunan. Namun AMDAL memiliki keterbatasan di dalam mengupayakan keberlanjutan pembangunan, karena banyak permasalahan lingkungan yang timbul diluar cakupan yang ada di dalam studi AMDAL. Hal ini terjadi karena dalam penyusunan kebijakan, rencana dan program (KRP) belum berwawasan pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, lahirlah aplikasi kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) atau strategis environmental assessment (SEA). Klhs merupakan instrumen untuk pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan melalui intervensi terhadap kebijakan/rencana/program.
Saat ini pencemaran dan kerusakan lingkungan terus berlangsung karena instrumen lingkungan yang ada saat ini belum memadai. AMDAL saat ini merupakan salah satu instrumen yang dikenal untuk mengintegrasikan lingkungan hidup di dalam proses pembangunan. Namun AMDAL memiliki keterbatasan di dalam mengupayakan keberlanjutan pembangunan, karena banyak permasalahan lingkungan yang timbul diluar cakupan yang ada di dalam studi AMDAL. Hal ini terjadi karena dalam penyusunan kebijakan, rencana dan program (KRP) belum berwawasan pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, lahirlah aplikasi kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) atau strategis environmental assessment (SEA). Klhs merupakan instrumen untuk pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan melalui intervensi terhadap kebijakan/rencana/program.
Landasan hukum pelaksanaan klhs tercantum dalam undang-undang no.
32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Menurut
undang-undang tersebut, kajian lingkungan hidup strategis adalah rangkaian
analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa
prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Pengertian KLH Ssuatu proses sistematis untuk
mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan
hidup dan mengevaluasi pengaruh lingkungan hidup dari rencana, kebijakan dan program (KRP) di negara-negara maju dikenal dengan SEA (strategic environmental assessment), mengintegrasikan aspek lingkungan
padatahapan awal pengambilan keputusan.
Definisi KLHS di Indonesia Rangkaian
analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa
prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. " (UU PPLH Pasal 1 angka 10)
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. " (UU PPLH Pasal 1 angka 10)
Aspek
lingkungan dalam penataan wilayah memang sangat penting, meskipun peraturan
penataan ruang telah memasukkan unsur-unsur pengelolaan lingkungan dalam aturan
dan petunjuk pelaksanaan penataan ruang tetapi belum mampu diaplikasikan
mengingat beragamnya kondisi yang ada di setiap wilayah Indonesia.
Wilayah pantai, rawa, dataran rendah, perukitan dan wilayah
pegunungan akan memiliki cara berbeda dalam rangka melakukan upaya penyelamatan
lingkungan menuju pembangunan yang lestari. Wilayah hutan alami, hutan
sekunder, savanah dan wilayah karst akan juga berbeda perencanaan ruangnya.
Perbedaan ini hanya bisa dilakukan dengan melakukan perencanaan ruang dengan
mengaplikasikan KLHS.
Ambil
contoh mengenai aturan sebelumnya yang melarang aktifitas disepanjang wilayah
sungai. Padahal ratusan tahun masyarakat di wilayah Indonesia baik di barat
maupun timur hidup di pinggiran sungai dengan berbagai alasan yang relevan
dengan kondisi masyarakat itu sendiri.
Highlight
tentunya tetap pada kapasitas perencanaan di daerah, ketika penerapan tata
ruang di kabupaten belum lagi merata kapasitasnya, UU no 32 2009 mengenai
pengelolaan lingkungan hidup mengamanatkan penerapan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis / KLHS. Ini menjadi tambahan tugas baru buat daerah yang
harus difollow up dengan beberapa kegiatan.
A.Mengapa
Perlu KLHS?
Ada banyak alasan
menjadi menjadi penting, diataranya:
§ Meningkatkan manfaat pembangunan.
§ Rencana dan implementasi pembangunan lebih terjamin keberlanjutannya.
§ Mengurangi kemungkinan kekeliruan dalam membuat prakiraan/prediksi pada
awal proses perencanaan kebijakan, rencana, atau program pembangunan.
§ Dampak negatif lingkungan di tingkat proyek pembangunan semakin efektif
diatasi atau dicegah karena pertimbangan lingkungan telah dikaji sejak tahap
formulasi kebijakan, rencana, atau program pembangunan.
Dalam memberikan
penjelasan mengenai KLHS ada banyak pihak yang masih sulit membedakan antara
KLHS dengan AMDAL. Tabel berikut ini akan memberikan gambaran mengenai
perbedaan tersebut.
Atribut
|
AMDAL
|
KLHS
|
Posisi
|
Akhir siklus pengambilan keputusan
|
Hulu siklus pengambilan keputusan
|
Pendekatan
|
Cenderung bersifat reaktif
|
Cenderung pro-aktif
|
Fokus analisis
|
Identifikasi, prakiraan & evaluasi dampak
lingkungan
|
Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan
|
Dampak kumulatif
|
Amat terbatas
|
Peringatan dini atas adanya dampak kumulatif
|
Titik berat telaahan
|
Mengendalikan dan meminimumkan dampak negatif
|
Memelihara keseimbangan alam, pembangunan
berkelanjutan
|
Alternatif
|
Alternatif terbatas jumlahnya
|
Banyak alternatif
|
Kedalaman
|
Sempit, dalam dan rinci
|
Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk
mengarahkan visi & kerangka umum
|
Deskripsi proses
|
Proses dideskripsikan dgn jelas, mempunyai awal dan
akhir
|
Proses multi-pihak, tumpang tindih komponen, KRP merupakan
proses iteratif & kontinyu
|
Fokus pengendalian dampak
|
Menangani simptom kerusakan lingkungan
|
Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan,
terutama ditujukan utk menelaah agenda keberlanjutan,
|
B. Apa tujuan
KLHS?
- Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan
hidup dan keberlanjutan dalam penyusunan kebijakan, rencana, atau program
(KRP)
- Memperkuat proses pengambilan
keputusan atas KRP
- Membantu mengarahkan, mempertajam
fokus, dan membatasi lingkup penyusunan dokumen lingkungan yang dilakukan
pada tingkat rencana dan pelaksanaan usaha atau kegiatan
C. Manfaat KLHS
- Merupakan instrumen proaktif dan
sarana pendukung pengambilan keputusan,
- Mengidentifikasi dan mempertimbangkan
peluang-peluang baru melalui pengkajian sistematis dan cermat atas opsi pembangunan
yang tersedia,
- Mempertimbangkan aspek lingkungan
hidup secara lebih sistematis pada jenjang pengambilan keputusan yang
lebih tinggi,
- Mencegah kesalahan investasi dengan
berkat teridentifikasinya peluang pembangunan yang tidak berkelanjutan sejak
dini
- Tata pengaturan (governance) yang
lebih baik berkat keterlibatan para pihak (stakeholders) dalam proses
pengambilan keputusan melalui proses konsultasi dan partisipasi
- Melindungi asset-asset sumberdaya alam
dan lingkungan hidup guna menjamin berlangsungnya pembangunan
berkelanjutan,
- Memfasilitasi kerjasama lintas batas
untuk mencegah konflik, berbagi pemanfaatan sumberdaya alam, dan menangani
masalah kumulatif dampak lingkungan.
D. Beberapa tools
pendukung dalam menyusun KLHS
- Tingkat kerentanan dan adaptasi
perubahan iklim
- Daya dukung dan daya tampung
lingkungan
- Kondisi jasa ekosistem
- Neraca SDA dan valuasi ekonomi
- Potensi keanekaregaman hayati
E. 3 (Tiga) Prinsip
Dasar KLHS
- Keterkaitan / holistik : Keterkaitan
kebijakan pusat dan daerah, global dan lokal, keterkaitan sektor,
keterka-itan kelembagaan, sebab-akibat dampak
- Keseimbangan : Keseimbangan antara
pertumbuhan ekonomi dan konservasi kehati, fungsi ekonomi dan fungsi
sosial, kepentingan jangka pendek dan jangka panjang.
- Keadilan : Distribusi akses dan
kontrol terhadap sumber
daya alam dan lingkungan yang lebih baik, distribusi kegiatan ekonomi yang
lebih merata.
F. Macam-Macam Aplikasi
KLHS
- KLHS Sektor
- KLHS Tata Ruang
- KLHS Rencana Pembangunan Nasional
(RPJM, RPJPN)
- KLHS Rencana Pembangunan Daerah
(RPJPD, RPJMD)
- KLHS Regional (DAS, Kawasan Ekonomi
Khusus)
- KLHS Program Pengembangan Kota
- KLHS Pengelolaan Sumber Daya Alam
(Nasional, Provinsi, Kabupaten, Kota, Pulau)
- KLHS untuk Kebijakan, Rencana dan
Program Pembangunan Lainnya
2.2 Perbedaan AMDAL
dengan KLHS
2.3 Kerangka kerja KLHS
2.4 Penapisan
Kegiatan penapisan menentukan perlu atau tidaknya dilakukan KLHS terhadap
sebuah konsep/muatan rencana tata ruang. Langkah ini diperlukan atas
alasan-alasan: a) memfokuskan telaah pada KRP yang memiliki nilai strategik, b)
memfokuskan telaah pada KRP yang diindikasikan akan memberikan konsekuensi
penting pada kondisi lingkungan hidup, dan c) memberikan gambaran umum
metodologi pendekatan yang akan digunakan.
Karena penyusunan RTRW
wajib dilakukan maka tahap penapisan tidak diperlukan, sementara penyusunan RTR
dengan tingkat kerincian Kawasan bisa ditapis terlebih dulu dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut :
§
Apakah rancangan RTR
berpotensi mendorong timbulnya percepatan kerusakan sumber daya alam (hutan,
tanah, air atau pesisir) dan pencemaran lingkungan yang kini tengah
berlangsung di suatu wilayah atau DAS? dan/atau
§
Apakah rancangan RTR
berpotensi meningkatkan intensitas bencana banjir, longsor, atau kekeringan di
wilayah-wilayah yang saat ini tengah mengalami krisis ekologi? dan/atau
§
Apakah rancangan
RTR berpotensi menurunkan mutu air dan udara termasuk
ketersediaan air bersih yang dibutuhkan oleh suatu wilayah yang berpenduduk
padat? dan/atau
§
Apakah rancangan RTR akan menyebabkan
meningkatnya jumlah penduduk golongan miskin sebagai akibat adanya pembatasan
baru atas akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam yang semula dapat
mereka akses? dan/atau
§
Apakah rancangan
RTR berpotensi mengancam keberlanjutan penghidupan (livelihood
sustainability) suatu komunitas atau kelompok masyarakat tertentu di masa
mendatang?Jawaban positif bagi salah satu pertanyaan diatas sudah cukup untuk
memberikan alasan bahwa rancangan RTR tersebut memiliki potensi efek penting
dan perlu dipertimbangkan untuk dilengkapi dengan KLHS.
A.Pelingkupan
Pelingkupan merupakan proses yang sistematis dan terbuka untuk
mengidentifikasi isu-isu penting atau konsekuensi lingkungan hidup yang akan
timbul berkenaan dengan rencana KRP RTR Wilayah dan Kawasan. Berkat adanya
pelingkupan ini, pokok bahasan dokumen KLHS akan lebih difokuskan pada isu-isu
atau konsekuensi lingkungan dimaksud.
B.Telaah Dan Analisis Teknis
Telaah dan analisis
teknis adalah proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi mengenai konsekuensi
dan efek lingkungan akibat diterapkannya RTRW; serta pengujian efektivitas RTRW
dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Telaah dan analisis teknis
mencakup : a) pemilihan dan penerapan metoda, serta teknik analisis yang sesuai
dan terkini, b) penentuan dan penerapan aras rinci (level of detail) analisis
agar sesuai dengan kebutuhan rekomendasi, dan c) sistematisasi proses
pertimbangan seluruh informasi, kepentingan dan aspirasi yang
dijaring. Jenis-jenis kerangka telaah yang lazim dibutuhkan, antara lain:
- Telaah daya dukung dan daya tampung
lingkungan,
- Telaah hubungan timbal balik
kegiatan manusia dan fungsi ekosistem.
- Telaah kerentanan masyarakat dan
kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim dan bencana lingkungan.
- Telaah ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
C. Pengembangan Alternatif
Alternatif yang dikembangkan dapat mencakup : a) substansi pokok/dasar RTRW
(misalnya: pilihan struktur dan pola ruang), b) program atau kegiatan penerapan
muatan RTRW (misalnya: pilihan intensitas pemanfaatan ruang), dan/atau c)
kegiatan-kegiatan operasional pengelolaan efek lingkungan hidup (misalnya:
penerapan kode bangunan yang hemat energi).
D.Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dilakukan untuk memilih alternatif terbaik yang bisa
dilaksanakan yang dipercaya dapat mewujudkan tujuan penataan ruang dalam kurun
waktu yang ditetapkan. Alternatif terpilih tidak hanya dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial akan tetapi juga dapat menjamin
terpeliharanya fungsi lingkungan secara terus menerus. Berbagai metodologi yang
lazim diterapkan dalam pengambilan keputusan, antara lain: compatibility [internal
dan eksternal] appraisal, benefit-cost ratio, analisis
skenario dan multikriteria, analisis risiko, survai opini untuk menentukan
prioritas, dll.
E.Pemantauan Dan Tindak Lanjut
Sesuai dengan kebutuhannya, kegiatan pemantauan dan tindak lanjut dapat
diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pada dasarnya
efektivitas penerapan rekomendasi KLHS berkaitan langsung dengan efektivitas
RTRW bagi wilayah rencananya, sehingga tata laksananya bisa mengikuti aturan
pemantauan efektivitas RTRW.
F.Partisipasi Dan Konsultasi Masyarakat
Seluruh rangkaian KLHS bersifat partisipatif. Semua komponen kegiatan
diwarnai berbagai bentuk partisipasi dan konsultasi masyarakat. Namun
demikian, tingkat keterlibatan atau partisipasi masyarakat sangat bervariasi
tergantung pada aras (level of detail) RTRW, peraturan perundangan
yang mengatur keterlibatan masyarakat, serta komitmen dan keterbukaan dari
pimpinan organisasi pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Secara umum boleh dikatakan bila KLHS diaplikasikan pada tingkat nasional
atau provinsi, maka keterlibatan atau partisipasi masyarakat harus lebih luas
dan intens dibanding KLHS pada tingkat kabupaten atau kota. Bila KLHS
diaplikasikan untuk tingkat kabupaten, kota, atau kawasan, maka proses
pelibatan masyarakat atau konsultasi publik harus dilakukan sedini mungkin dan
efektif. Hal ini disebabkan cakupan muatan RTRW yang bersifat operasional
memiliki ragam penerapan yang variatif dan bersinggungan langsung dengan
kegiatan masyarakat.
Secara spesifik, harus ada ketersediaan waktu yang cukup bagi masyarakat
untuk menelaah, memberikan masukan, dan mendapatkan tanggapan dalam proses
KLHS. Kegiatan ini juga mensyaratkan adanya tata laksana penyaluran
aspirasi masyarakat, termasuk pada tahap pengambilan keputusan.
2.5 Internalisasi KLHS Dalam Proses Penyusunan Rtrw
Komponen-komponen kerja KLHS dilaksanakan dengan memperhatikan proses
formal yang berjalan. Kombinasi berbagai alternatif pelaksanaannya sangat
ditentukan oleh kekhususan proses pengambilan keputusan yang sedang terjadi
pada masing-masing RTRW.
Dalam kasus dimana proses perencanaan RTRW belum terbentuk atau
dilaksanakan, seluruh komponen kerja KLHS bisa dijadikan bagian yang tak
terpisahkan dari langkah-langkah pekerjaan penyusunan RTRW. Pada situasi
dimana KLHS hadir sebagai kebutuhan untuk mendukung proses pengambilan
keputusan di tahap akhir proses perencanaan, proses kerjanya bisa
terpisah (stand alone). Banyak kondisi dimana kombinasi antara
kedua hal diatas akan terjadi, misalnya pengintegrasian beberapa komponen kerja
di tahap-tahap tertentu dan memisahkannya pada tahap yang lain. Dapat pula
terjadi situasi dimana tidak semua komponen kerja perlu dilaksanakan atas alasan-alasan
tertentu tanpa mengurangi nilai penting dari pelaksanaan KLHS itu sendiri.
2.6Pentingnya Penerapan KLHS Di Indonesia
Dalam dua dekade
terakhir ini laju kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan di
Indonesia semakin terns meningkat dan tidak menunjukkan gejala penurunan. Bila
dua dekade lalu laju kerusakan hutan di Indonesia ditengarai sekitar 1 sampai
1,2 juta per tahun, kini telah mencapai 2 juta hektar per tahun.
Bagai gayung
bersambut, rantai kerusakan tersebut kemudian menjalar dan meluas ke sungai,
danau, hutan dataran rendah, pantai, pesisir dan laut. Pencemaran air dan udara
di kota-kota besar dan wilayah padat penduduk juga telah berada pada ambang
yang tidak hanya membahayakan kesehatan penduduk tetapi juga telah mengancam
kemampuan pulih dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya hayati. Banyak faktor
yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut, dari faktor demografis, etika,
social, ekonomi, budaya, hingga faktor institusi dan politik.
Kebijakan, rencana dan
program (KRP) pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan yang telah
diluncurkan pemerintah sejak tiga dekade lalu, tampak tak berarti atau kalah
berpacu dengan kecepatan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Salah satu faktor
strategic yang menyebabkan terjadinya hal ini adalah karena portofolio KRP
pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan yang diluncurkan pemerintah
(KLH di Pusat, atau Bapedalda provinsi/kabupaten/kota) cenderung “terlepas”
atau “terpisah” dari KRP pembangunan wilayah dan sektor, tidak menyatu (embedded)
atau tidak terintegrasi.
Pengalaman
implementasi berbagai instrumen pengelolaan lingkungan hidup, utamanya AMDAL,
menunjukkan bahwa meskipun AMDAL sebagai salah satu instrumen pengelolaan
lingkungan cukup efektif dalam memasukkan pertimbangan-pertimbangan lingkungan
alam rancang-bangun proyek-proyek individual, tapi secara konsep pembangunan
menyeluruh, instrumen AMDAL belum memadai dalam memberikan jalan keluar
terhadap dampak lingkungan kumulatif, dampak tidak langsung, dan dampak
lingkungan sinergistik.
Saat ini, pergeseran
orientasi kebijakan pengelolaan lingkungan telah mengarah pada intervensi di
tingkat makro dan pada tingkat hulu dari proses pengambilan keputusan
pembangunan.
Esensinya adalah bahwa
kerjasama antar pelaku pembangunan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan
akan lebih efektif apabila lebih fokus pada upaya pencapaian pembangunan
berkelanjutan pada tingkat makro/nasional daripada terbatas pada pendekatan di
tingkat proyek.
Dalam konteks
pergeseran strategi mewujudkan pembangunan berkelanjutan inilah peran KLHS
menjadi penting. Implementasi KLHS juga diharapkan dapat mengantisipasi
terjadinya dampak lingkungan yang bersifat lintas batas (cross boundary
environmental effects) dan lintas sektor.
Penanganan dampak
lintas wilayah dan lintas sektor ini diharapkan dapat menjadi jalan keluar atas
permasalahan lingkungan hidup yang cenderung makin kompleks dengan hidup telah
dijadikan pertimbangan dalam setiap tingkatan pengambilan keputusan, dan dengan
demikian, keberlanjutan pembangunan dapat lebih terjamin (Annandale dan Bailey,
1999).
Dengan kata lain,
secara substansial, KLHS merupakan suatu upaya sistematis dan logis dalam
memberikan landasan bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan melalui proses
pengambilan keputusan yang berwawasan dilaksanakannya, atau lebih tepatnya,
distorsi pelaksanaan Undang-Undang No. 34 Tahun 2007 tentang Pemerintahan
Daerah.
Dengan demikian, KLHS
seharusnya tidak diartikan sebagai instrumen pengelolaan lingkungan yang
semata-mata ditujukan pada komponen-komponen KRP, tapi yang lebih penting
adalah sebagai suatu cara untuk meyakinkan bahwa implikasi pelaksanaan KRP
terhadap lingkungan lingkungan.
Seiring dengan semakin
berkembangnya KLHS, tujuan KLHS juga mengalami perluasan dibanding ketika
pertama kali diperkenalkan pada dekade 1970an. Pada saat ini teridentifikasi
tiga pilihan tujuan KLHS yang tersusun secara berjenjang (hirarkis), yakni:
instrumental, transformatif dan subtantif (Sadler 2005:20, dan Partidario
2000).
Untuk menghasilkan
KLHS yang bersifat transformatif atau substantif tidak cukup hanya mengandalkan
pada penguasaan prosedur dan metode KLHS, namun juga diperlukan kehadiran good
governance yang diindikasikan oleh adanya keterbukaan, transparansi, dan
tersedianya aneka pilihan kebijakan, rencana, atau program.
Oleh karena itu, untuk
konteks Indonesia, tahun-tahun pertama aplikasi KLHS agaknya akan banyak
didominasi oleh KLHS instrumental, walau tidak tertutup kemungkinan akan adanya
KLHS yang bersifat transformatif atau substantif.
A.Manfaat KLHS
KLHS diperlukan
sebagai sebuah instrument/tools dalam rangka self assessment untuk melihat
sejauh mana KRP
yang diusulkan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah
mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan diharapkan KRP yang
dihasilkan dan ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menjadi lebih
baik.
Dalam konteks
pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan sebagaimana diamanatkan dalam UU No.
25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN), KLHS
menjadi kerangka integratif untuk:
o
Meningkatkan manfaat
pembangunan.
o
Menjamin keberlanjutan
rencana dan implementasi pembangunan.
o
Membantu menangani
permasalahan lintas batas dan lintas sektor, baik di tingkat Kabupaten, Provinsi
maupun antarnegara (jika diperlukan) dan kemudian menjadi acuan dasar bagi
proses penentuan kebijakan, perumusan strategi, dan rancangan program.
o
Mengurangi kemungkinan
kekeliruan dalam membuat prakiraan/prediksi pada awal proses perencanaan
kebijakan, rencana, atau program pembangunan.
o
Memungkinkan
antisipasi dini secara lebih efektif terhadap dampak negatif lingkungan di
tingkat proyek pembangunan, karena pertimbangan lingkungan telah dikaji sejak
awal tahap formulasi kebijakan, rencana, atau program pembangunan.
Sedangkan dua faktor
utama yang menyebabkan kehadiran KLHS dibutuhkan saat ini: pertama, KLHS
mengatasi kelemahan dan keterbatasan AMDAL, dan kedua, KLHS merupakan instrumen
yang lebih efektif untuk mendorong pembangunan berkelanjutan (Briffetta et al
2003). Manfaat lebih lanjut yang dapat dipetik dari KLHS adalah (OECD 2006;
Fischer 1999; UNEP 2002):
1.
Merupakan instrumen
proaktif dan sarana pendukung pengambilan keputusan;
2. Mengidentifikasi
dan mempertimbangkan peluang-peluang baru melalui pengkajian secara sistematis
dan cermat atas opsi-opsi pembangunan yang tersedia;
3. Mempertimbangkan
aspek lingkungan hidup secara lebih sistematis pada jenjang pengambilan
keputusan yang lebih tinggi;
4. Mencegah
kesalahan investasi dengan mengingatkan para pengambil keputusan akan adanya
peluang pembangunan yang tidak berkelanjutan sejak tahap awal proses
pengambilan keputusan;
5. Tata
pengaturan (governance) yang lebih baik berkat terbangunnya keterlibatan para
pihak (stakeholders) dalam proses pengambilan keputusan melalui proses
konsultasi dan partisipasi;
6. Melindungi
aset-aset sumberdaya alam dan lingkungan hidup guns menjamin berlangsungnya
pembangunan berkelanjutan;
7. Memfasilitasi
kerjasama lintas batas untuk mencegah konflik, berbagi pemanfaatan sumberdaya
alam, dan menangani masalah kumulatif dampak lingkungan.
KLHS merupakan salah
satu instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang diterapkan pada tingkat/tataran
hulu. Dengan dilakukannya KLHS pada tataran hulu KRP maka potensi dihasilkannya
KRP yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang
pada akhirnya berimplikasi pada terjadinya kerusakan lingkungan hidup dapat
diantisipasi sejak dini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manfaat yang
diperoleh dengan melakukan KLHS adalah dihasilkannya KRP yang lebih baik dan
sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
2.7KLHS Dalam Perencanaan
Tata Ruang.
Efektivitas KLHS sebagai
instrumen pengelolaan LH menuju pembangunan berkelanjutan karena kajian
lingkungan tersebut dilaksanakan pada tahap awal proses pengambilan keputusan
perencanaan pembangunan. Pada tahap awal ini terdapat berbagai alternatif yang
belum tertutup oleh keputusan tertentu. Dengan demikian, sebuah studi dampak
lingkungan atas KRP memberi kesempatan untuk memasukkan aspek LH dalam proses
perencanaan pada tahap sangat awal sehingga dapat sepenuhnya memprakirakan
dampak lingkungan potensial, termasuk yang bersifat kumulatif jangka panjang
dan sinergistik, baik pada tingkat lokal, regional, nasional maupun global (Lee
dan Walsh, 1992; Partidario, 1996; Annandale dan Bailey, 1999; Therivel, 2004).
Dengan kata lain, KLHS
bergerak di bagian hulu dari suatu proses pengambilan keputusan, yaitu KRP.
Untuk memudahkan pemahaman KLHS, berikut ini adalah definisi KLHS yang
digunakan sebagai acuan. Definisi serupa, tapi berbeda perspektif dan
penekanannya dapat dilihat sebagai berikut:
“SEA is a systematic
process for evaluating the environmental consequences of proposed policy,plan,
or program initiatives in order to ensure they are fully included and
appropriately addressed at the earliest appropriate stage of decision-making on
par with th economic and social considerations” (Sadler dan Verheem, 1996).
Definisi tersebut
menunjukkan bahwa Skala sasaran kajian KLHS lebih luas daripada instrumen
pengelolaan LH lain, misalnya AMDAL karena analisis dampak KRP mempunyai
implikasi dampak lebih luas/makro. Selain itu, KLHS fokusnya adalah pada
tataran konsep dan bukan pada tataran disain teknis yang bersifat fisik. Yang
terakhir ini menjadi tekanan/fokus studi AMDAL.
Kata “stratejik” dalam
KLHS menjadi kata kunci yang membedakan antara instrumeninstrumen pengelolaan
lingkungan yang telah dilaksanakan dan instrumen KLHS. Istilah “stratejik”
dalam konteks KLHS secara umum dapat diartikan secara konseptual berkaitan
dengan “akar” permasalahan yang harus menjadi fokus kajian lingkungan yang
dilakukan, yaitu proses dan hasil pengambilan keputusan. Pengertian “stratejik”
dalam KLHS pada umumnya berasosiasi dengan tiga hal berikut (Partidario,
1994):
1.
strategis dalam
konteks pengambilan keputusan;
2.
keberlanjutan proses
pengambilan keputusan, yaitu proses penyempurnaan KRP secara terusmenerus;
3.
fokus pada manfaat
hasil keputusan, merujuk pada beragamnya alternatif pilihan KRP dalam proses
perencanaan pembangunan yang bersifat “strategis”.
Pertanyaannya adalah:
pilihan KRP apa yang mungkin dilakukan untuk menangani satu persoalan khusus
atau kebutuhan yang spesifik?; konsekuensi lingkungan apa yang akan terjadi
sebagai respons dari pilihan tersebut?, dan pilihan KRP mana yang dari segi
lingkungan terbaik? Jawaban pertanyaanpertanyaan ini jauh lebih penting (dari
kepentingan lingkungan) daripada menunjukkan rencana kegiatan yang akan
dilakukan, kemudian mempertanyakan: dampak lingkungan apa yang akan terjadi?
Kasus yang terakhir adalah pola pendekatan yang dilakukan dalam AMDAL.
A.Proyek Pilot
Ciayumajakuning Dan Kota Lainnya
Pembangunan
Berkelanjutan yang menjadi arus-utama (main-streaming) bagi
pembangunan di Indonesia sebagaimana yang diamanahkan dalam Rencanan
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) adalah merupakan konsep atau
pemikiran yang tidak dapat begitu saja didefinisikan secara kaku (rigid),
seperti yang disampaikan oleh Jacquet (2009):
“Sustainable
Development is, above all, a social and political concept. It cannot be
decreed, and cannot be defined by purely scientific methods. Against a backdrop
of increasingly precise but still incomplete scientific research, sustainable
development is being carried forward by groups who have their own value systems
and interests and who are negotiating to define what theworld id or should be”.
Dengan pengertian di
atas, maka KLHS yang bertujuan untuk mewujudkan kapasitas pembangunan
berkelanjutan di tingkat daerah. Pendekatan penerapan eksplorasi aspirasi
publik seperti yang diterapkan pada percontohan di Ciayumajakuning diharapkan
menjadi satu pendekatan yang wajar dalam kerangka KLHS. Lebih dari itu pola
kegiatan penerapan tahapan KLHS di daerah pilot Ciayumajakuninggardang dan
Cekungan Bandung memungkinkan untuk direplikasi sebagai model penerapan KLHS
berbasis partisipasi masyarakat.
Kegiatan percontohan
di Ciayumajakuning-gardang dan Cekungan Bandung dirancang untuk menjadi asupan
bagi perumusan Peraturan Gubernur (PerGub), Perda (Peraturan Daerah) dan
rumusan RTRW bagi pengelolaan hutan lindung dan pengelolaan sumber daya air.
Sementara itu
percontohan di Kartamantul ataupun Kota Bima, yang juga memfokuskan pada
masalah pengelolaan sumber daya air menggunakan pendekatan yang lebih
konvensional dalam mengkaji hasil kerja KLHS. Contoh terakhir merupakan
kegiatan penilaian terhadap hasil penerapan KLHS. Dalam menilai hasil KLHS di
Kartamantul dan di Kota Bima digunakan kerangka kriteria yang dikembangkan oleh
IAIA (International Association for Impact Assessment). Hasil KLHS dan
reviewnya dapat dimanfaatkan untuk proses penguatan rumusan RTRW yang sedang
dalam proses legislasi.
Sejumlah hambatan
ditemui saat pelaksanaan pilot dimasing-masing daerah pilot. Hambatan yang
utama dari pelaksanaan KLHS ini disebabkan oleh:
1.
Tidak mudahnya
menyusun jadwal keterlibatan stakeholders
(para pemangku-jabatan) dalam satu kelompok diskusi.
2.
Belum seragamnya
pemahaman dan manfaat konsep KLHS 3. KLHS baru diterima secara terbatas dan
belum sepenuhnya diakomodir dalam Acuan Kerja (berupa ToR) operasional di
tingkat Pemerintah Daerah.
Dari pelaksanaan pilot
project di tahun 2008 banyak hal patut diapresiasi. Di D.I Yogyakarta,
Pemerintah Provinsi berinisiatif
melaksanakan kajian lingkungan hidup strategic bagi perbaikan proses
perencanaan pembangunan. Inisiasi ini tidak berhenti pada tahapan penapisan
(screening) dan pelingkungan (scooping), namun juga berlanjut pada tahapan
selanjutnya. Hasil kajian KLHS telah dipaparkan kepada Gubernur DIY. Pada Tahun
Anggaran 2009, KLHS diperluas untuk Kulonprogo dan Gunung Kidul dan telah
dianggarkan melalui alokasi anggaran Propinsi.
Inisiasi pilot project
di Kota Bima berasal dari Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) regional
Bali Nusa Tenggara. Kegiatan pilot ini tidak hanya dimanfaatkan untuk menguji
coba instrumen KLHS, akan tetapi dipergunakan juga untuk mensosialisasikan
penggunaan instrumen serta membangun kapasitas internal PPLH
Sedangkan bagi Kota
Bima, mendapatkan manfaat langsung dalam perbaikan perencanaan pembangunan
mereka serta mendapatkan pendampingan dan alih pengetahuan dari para ahli
nasional.
Dalam pelaksanaan
pilot project Ciayumajakuninggardang dan Cekungan Bandung, pemerintah propinsi
sangat berkomitmen untuk mendampingi dan mensosialisasikan proses dan hasil
kajian. Untuk tindak lanjut, pemerintah propinsi telah berkomitmen untuk
meneruskan proses ini sampai penerbitan SK Gubernur dan memfasilitasi dan
mendampingi pemerintah kota/kabupaten dalam mengoperasionalisasikan KRP
mengenai pengelolaan hutan lindung dan pengelolaan sumber daya air.
Penutup
Kecenderungan penurunan kualitas lingkungan terkait dengan tata ruang wilayah sebagai produk dari rangkaian proses penataan ruang, yang diawali tahapan perencanaan tata ruang, oleh karena itu, perbaikan kuaitas rencana tata ruang wilayah menjadi mutlak dan sangat strategis untuk segera direalisasikan guna menghambat laju penurunan kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan. KLHS bisa menjadi pilihan alat bantu untuk memperbaiki kualitas rencana tata ruang wilayah melalui perbaikan kerangka berfikir perencanaan tata ruang, yang berimplikasi pada perbaikan prosedur/proses dan metodologi/muatan perencanaan.
Kecenderungan penurunan kualitas lingkungan terkait dengan tata ruang wilayah sebagai produk dari rangkaian proses penataan ruang, yang diawali tahapan perencanaan tata ruang, oleh karena itu, perbaikan kuaitas rencana tata ruang wilayah menjadi mutlak dan sangat strategis untuk segera direalisasikan guna menghambat laju penurunan kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan. KLHS bisa menjadi pilihan alat bantu untuk memperbaiki kualitas rencana tata ruang wilayah melalui perbaikan kerangka berfikir perencanaan tata ruang, yang berimplikasi pada perbaikan prosedur/proses dan metodologi/muatan perencanaan.
Dapusnya mana yah?
BalasHapus